Inilah Wanita yang Doanya Mampu Tembus Langit Ketujuh
Kisah ini terjadi pada masa kehidupan Nabi Muhammad SAW. Salah seorang wanita dengan tingkat keimanan tinggi datang menemui Manusia kecintaan Yang Mahakuasa ini. Ia menghadapi satu kondisi yang mengharuskannya mendapatkan pencerahan.
Namun ternyata, kala itu Nabi belum bisa menjawab alasannya belum ada wahyu yang diturunkan Yang Mahakuasa terkait hal itu. Namun, ini tak lantas membuat si wanita menyerah, Ia berdoa dan memohon kepada Yang Mahakuasa biar memberi jalan keluar atas permasalahan hidupnya.
Namun ternyata, kala itu Nabi belum bisa menjawab alasannya belum ada wahyu yang diturunkan Yang Mahakuasa terkait hal itu. Namun, ini tak lantas membuat si wanita menyerah, Ia berdoa dan memohon kepada Yang Mahakuasa biar memberi jalan keluar atas permasalahan hidupnya.
Ternyata doa ini pribadi dihijabah Allah. Seketika Nabi mendapatkan Surat Al-Mujadalah sehingga bisa menjawab permasalahan wanita tersebut. Siapa dia sebenarnya? Mengapa doanya dapat menembus langit ke tujuh dengan demikian cepat?
Nama lengkap wanita ini ialah Khaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Farah bin Tsa’labah Ghanam bin ‘Auf. Ia merupakan istri dari Aus bin Shamit bin Qais dan dari kesepakatan nikah mereka lahir seorang putra yang diberi nama Rabi’.
Kisah dikala doanya yang bisa menembus langit ini bermula ketika terjadi permasalahan antara dirinya dan suaminya. Dalam kondisi marah, sang suami kemudian mengeluarkan kalimat yang membuatnya merasa cemas dan perlu memperjelasnya kepada Nabi.
Kalimat yang dilontarkan suaminya tersebut ialah “Bagiku engkau ini menyerupai punggung ibuku”. Meski setelah itu suaminya berlalu pergi bersama sahabat-sahabatnya, namun tidak serta merta membuat Khaulah melupakan perkataan tersebut begitu saja.
Baginya perkataan tersebut menyerupai talak dari sang suami kepada dirinya. Sepulangnya dari berkumpul dari sahabatnya, sang suami kemudian menginginkan kekerabatan suami istri dengan Khaulah.
Namun, Khaulah menolak alasannya perasaannya yang begitu tidak bisa mendapatkan atas ucapan Aus sang suami. Khaulah berkata, “Tidak… jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku alasannya engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku sehingga Yang Mahakuasa dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum perihal peristiwa yang menimpa kita.”
Setelah peristiwa tersebut, Khaulah kemudian menemui Rasulullah SAW. Ia pun menceritakan kejadian yang dialaminya kepada sang Nabi. Ia berharap Nabi menunjukkan pencerahan terhadap apa yang sudah dialami. Namun, Ia harus kecewa, pasalnya pada masa itu, belum ada kejadian yang dihadapi umat dan gres Khaulah yang mengalaminya. Sehingga belum turun firman Yang Mahakuasa yang menjelaskan perihal hal ini.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut … saya tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”
Ini artinya, kekerabatan mereka sudah tidak diperbolehkan lagi. Namun, hati kecil Khaulah pun masih bergejolak, mengingat jikalau Ia berpisah dengan sang suami, maka akan sulit baginya menghidupi diri dan anaknya Rabi’. Namun Rasulullah Shalalahu ‘alaihi wasallam tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya.”
Setelah peristiwa ini, wanita tersebut terus berdoa memohon kepada Yang Mahakuasa biar memberi petunjuk terkait permasalahannya. Kedua matanya meneteskan air mata dan perasaan menyesal. Tiada henti-hentinya Ia berdoa ini berdo’a yang kemudian dikabulkan Allah.
“Yaa Yang Mahakuasa sesungguhnya saya mengadu kepada-Mu perihal peristiwa yang menimpa diriku.”.
Ternyata doa ini dihijabah Allah. Rasulullah SAW seketika pingsan menyerupai biasa dikala mendapatkan wahyu. Kemudian setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sadar kembali, dia bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Yang Mahakuasa Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan ayat Al-Qur’an perihal dirimu dan suamimu, kemudian dia membaca firman QS. Al-Mujadalah: 1-4, yang artinya:
Nama lengkap wanita ini ialah Khaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Farah bin Tsa’labah Ghanam bin ‘Auf. Ia merupakan istri dari Aus bin Shamit bin Qais dan dari kesepakatan nikah mereka lahir seorang putra yang diberi nama Rabi’.
Kisah dikala doanya yang bisa menembus langit ini bermula ketika terjadi permasalahan antara dirinya dan suaminya. Dalam kondisi marah, sang suami kemudian mengeluarkan kalimat yang membuatnya merasa cemas dan perlu memperjelasnya kepada Nabi.
Kalimat yang dilontarkan suaminya tersebut ialah “Bagiku engkau ini menyerupai punggung ibuku”. Meski setelah itu suaminya berlalu pergi bersama sahabat-sahabatnya, namun tidak serta merta membuat Khaulah melupakan perkataan tersebut begitu saja.
Baginya perkataan tersebut menyerupai talak dari sang suami kepada dirinya. Sepulangnya dari berkumpul dari sahabatnya, sang suami kemudian menginginkan kekerabatan suami istri dengan Khaulah.
Namun, Khaulah menolak alasannya perasaannya yang begitu tidak bisa mendapatkan atas ucapan Aus sang suami. Khaulah berkata, “Tidak… jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku alasannya engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku sehingga Yang Mahakuasa dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum perihal peristiwa yang menimpa kita.”
Setelah peristiwa tersebut, Khaulah kemudian menemui Rasulullah SAW. Ia pun menceritakan kejadian yang dialaminya kepada sang Nabi. Ia berharap Nabi menunjukkan pencerahan terhadap apa yang sudah dialami. Namun, Ia harus kecewa, pasalnya pada masa itu, belum ada kejadian yang dihadapi umat dan gres Khaulah yang mengalaminya. Sehingga belum turun firman Yang Mahakuasa yang menjelaskan perihal hal ini.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut … saya tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”
Ini artinya, kekerabatan mereka sudah tidak diperbolehkan lagi. Namun, hati kecil Khaulah pun masih bergejolak, mengingat jikalau Ia berpisah dengan sang suami, maka akan sulit baginya menghidupi diri dan anaknya Rabi’. Namun Rasulullah Shalalahu ‘alaihi wasallam tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya.”
Setelah peristiwa ini, wanita tersebut terus berdoa memohon kepada Yang Mahakuasa biar memberi petunjuk terkait permasalahannya. Kedua matanya meneteskan air mata dan perasaan menyesal. Tiada henti-hentinya Ia berdoa ini berdo’a yang kemudian dikabulkan Allah.
“Yaa Yang Mahakuasa sesungguhnya saya mengadu kepada-Mu perihal peristiwa yang menimpa diriku.”.
Ternyata doa ini dihijabah Allah. Rasulullah SAW seketika pingsan menyerupai biasa dikala mendapatkan wahyu. Kemudian setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sadar kembali, dia bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Yang Mahakuasa Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan ayat Al-Qur’an perihal dirimu dan suamimu, kemudian dia membaca firman QS. Al-Mujadalah: 1-4, yang artinya:
“Sesungguhnya Yang Mahakuasa telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kau perihal suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Yang Mahakuasa mendengar soal jawab antara kau berdua. Sesungguhnya Yang Mahakuasa Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Orang-orang yang menzhihar (menganggap isterinya sebagai ibunya, atau menyamakan istrinya dengan ibunya sebagaimana ucapan Aus di alinea kedua di atas, Red) isterinya di antara kau padahal tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Yang Mahakuasa Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Yang Mahakuasa Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.
Maka barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kau beriman kepada Yang Mahakuasa dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (QS. Al-Mujadilah : 1-4)
Setelah turun ayat ini, barulah Rasulullah SAW bisa menjelaskan perihal permasalahan yang dihadapi Khaulah. Baginda Rasulullah SAW kemudian menjelaskan kepada Khaulah perihal kafarat (tebusan) Zhihar:
Nabi SAW: “Perintahkan kepadanya (suami Khaulah) untuk memerdekakan seorang budak!”
Khaulah: “Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.”
Nabi SAW: “Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut.”
Khaulah: “Demi Yang Mahakuasa dia ialah laki-laki yang tidak besar lengan berkuasa melaksanakan shaum.”
Nabi SAW: “Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin.”
Khaulah: “Demi Yang Mahakuasa ya Rasulullah dia tidak memilikinya.”
Nabi SAW: “Aku bantu dengan separuhnya.”
Khaulah: “Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.”
Nabi SAW: “Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bergaullah dengan anak pamanmu itu secara baik.”
Nabi SAW: “Perintahkan kepadanya (suami Khaulah) untuk memerdekakan seorang budak!”
Khaulah: “Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.”
Nabi SAW: “Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut.”
Khaulah: “Demi Yang Mahakuasa dia ialah laki-laki yang tidak besar lengan berkuasa melaksanakan shaum.”
Nabi SAW: “Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin.”
Khaulah: “Demi Yang Mahakuasa ya Rasulullah dia tidak memilikinya.”
Nabi SAW: “Aku bantu dengan separuhnya.”
Khaulah: “Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.”
Nabi SAW: “Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bergaullah dengan anak pamanmu itu secara baik.”
Semoga kita dapat mengamalaknnya amin..
Silakan dicoba...
Posting Komentar